Laki-laki dengan kacamata rabunnya yang besar tersenyum, “Kita naik kereta api supaya bisa melihat bagaimana rakyat hidup. Apakah kau membawa serta makanan kaleng?”
Laki-laki kecil bertubuh gemuk tertawa ramah, “Perutku ini payah. Makanan rakyat kita termasuk yang paling tidak higienis di planet ini. Di Barat, air yang mengalir jauh lebih bersih dibandingkan air mineral dalam botol di negara kita.”
“Jadi sekarang ada kontradiksi,” yang mengenakan kacamata rabun besar dengan tajam mengolok-olok. “Kau ingin menikmati semua kesenangan yang diberikan oleh peradaban tanpa mau mengangkat jarimu untuk membangunnya!”
“Membangun peradaban sangatlah sulit. Tetapi tidak begitu dengan memberi jaminan kepada sejumlah kecil orang suatu kehidupan yang beradab. Mengapa? Karena tidak ada yang lebih mudah dari itu. Seperti kukatakan sebelumnya, peradaban adalah perjalanan panjang yang berat. Bagi orang yang seprimitif kita, menggunakan agama untuk menuntun mereka melewati jalan-jalan pintas menuju kemuliaan adalah ratusan kali lebih mudah daripada berusaha membuat mereka beradab.”
Laki-laki berkacamata rabun mengedipkan matanya, “Bukankah itu agak sedikit sinis? Apa yang ingin kau katakan?”
Laki-laki kecil tertawa terpekik-pekik. “Kebenaran mana yang tidak sinis?