Minggu, 12 Desember 2010

Live Hard, Die Young

Ini hari ke empat, semenjak tikus yang pernah bersarang di pojokan di atas lemari di dapur saya itu tertangkap jebakan jepretan tikus yang saya pasang di bak cucian piring di dapur saya. Dan dia sudah mati ternyata. Saya yakin dia sudah mati sekarang. Soalnya sudah tak terlihat lagi tanda-tanda dia masih bernafas, apalagi bergerak-gerak.

Posisinya dramatis sekali. Kaki kanan depannya masih erat berpegangan, seolah mendaki. Posisi yang kurang lebih sama seperti saat terakhir dia saya tinggal kemarin.

Sabtu, 11 Desember 2010

Judulnya, 'Tikus' Aja Wes...

Beberapa hari kemarin, pada akhirnya, saya berhasil menangkap seekor tikus via jebakan jepretan tikus yang, pada akhirnya juga, saya pasang di dalam bak cucian piring di dapur rumah saya.


Ceritanya, sudah beberapa minggu kemarin rupanya tikus ini berhasil membangun baraknya di sekitar pojokan di atas lemari di dapur saya. Tentu saja itu sangat mengganggu, mengingat ini adalah area dapur, dimana saya mengolah makanan-makanan saya. Pada dasarnya saya tidak berkeberatan untuk berbagi ruang dengan makhluk-makhluk hidup yang lain di rumah saya, termasuk juga tikus-tikus ataupun kecoak, asal mereka jangan suka berkeliaran di dapur, atau di kamar tidur saya saja.

Jumat, 03 Desember 2010

Mereka Berpikir Pake Pantat! (II)

Dari evaluasi kecil-kecilan panitia dan teman-teman lain di Garasi 337, didapat kesimpulan awal bahwa mereka, gerombolan massa itu, dinamakan saja: bonek!! Mengingat apa-apa yang nampak dari kelakuan mereka di lokasi pada saat aksi penyerbuan itu. Apalagi malam itu kebetulan di Stadion Tambaksari Surabaya juga ada konsernya Slank. Bonek-bonek suka sekali datang dan berkerumun di acara-acara konser besar semacam ini. Jadinya mudah saja mereka dikumpulkan, diprovokasi, ditarik ke satu titik dengan isu yang membakar. Ya namanya saja gerombolan massa!


Ini hal pertama yang bikin muak malam itu. Massa, budaya massa, massalisasi, memasalkan, whateverlah istilahnya, yang jelas kalau kita berhadapan dengan yang namanya massa akan susah ngomongnya. Gak jelas mana mulutnya, mana pantatnya. Semua nampak sama serupa. Mereka berpikir pake pantat!, kata si Angga.

Mereka Berpikir Pake Pantat! (I)


Cerita-cerita tentang acara atau gig musik punk, atau yang beraroma punk, yang kemudian diserbu warga, dibubarkan aparat, diserang ormas, atau apalagi yang dirusak dan terpaksa harus dibubarkan di tengah jalan gara-gara ulah orang-orang di dalam gig itu sendiri, sudah sering kita dengar. Banyak cerita-cerita tentang itu. Di tempat dimana ada scene punk, masing-masing biasanya punya pengalaman-pengalaman seperti itu.

Dan koleksi cerita tentang acara atau gig yang dihancurkan oleh massa baru saja bertambah satu. Yang ini dari Surabaya. Yang menyerbu dan merusak, saya sebenarnya agak-agak gak yakin tentang ini, tapi sementara kita sebut saja: bonek! Ya, bonek, sebutan untuk gerombolan massa suporter bola pecinta Persebaya itu, yang warna kaos kebangsaannya ijo itu, yang favoritnya pake simbol-simbol buaya itu, yang suka bentrok sama Aremania itu, yang katanya kalo naik kereta atau masuk stadion suka gak bayar tapi maksa masuk itu, sehingga disebut bonek, yang artinya bondo nekad alias cuma bermodal nekad tapi gak mau mikirin efeknya ke orang lain.

Kamis, 02 Desember 2010

Alami, Tanpa Rekayasa

Pada awalnya semuanya adalah alami, apa adanya. Pada awalnya semuanya adalah bebas. Pada awalnya semuanya adalah kacau, balau secara alamiah. Lalu manusia mulai duduk pada peringkat teratas piramida memakan-dimakan. Kekacauan yang lebih ganas dimulai saat manusia memakan sesama manusia lainnya.

Lalu sebagian dari mereka mulai mencanangkan suatu hukum-hukum ciptaan mereka. Hukum yang di satu sisi akan meredam kekacauan, dan ternyata di sisi lain melanggengkan proses memakan-dimakan sesama manusia. Pada awal mulai diberlakukannya keterikatan pada hukum ini selalu akan timbul kekacauan-kekacauan baru, mereka bilang ini adalah penyesuaian. Sehingga pada akhirnya akan berjalan suatu keteraturan, berdasar hukum-hukum ciptaan mereka itu. Atau dengan kata lain berdasarkan kepada adanya ketertundukan tiap individu, atau keterpenjaraan pada hukum-hukum ciptaan mereka itu.

Sebagian manusia yang lain berpikir bahwa kebebasan adalah kehendak alamiah. Pada awal diberlakukan kebebasan juga akan selalu muncul potensi kekacauan-kekacauan yang sama, kita bilang saja ini adalah penyesuaian. Pada akhirnya akan berjalan juga keteraturan, berdasar pada kontrol individu, otonomi, kemerdekaan dan rasa pertanggungjawaban secara sadar.

Kebebasan dan keterikatan memiliki potensi kekacauan yang sama. Keteraturan dapat dicapai lewat dua jalan: secara alamiah, yang lainnya adalah rekayasa. Saya lebih suka yang alamiah, tanpa bahan pengawet yang direkayasa.