Jumat, 15 Januari 2010

Gus Dur: Negara, Agama, Militer

KH Abdurrahman Wahid, atau yang biasa dikenal dengan nama Gus Dur, akhirnya wafat, meninggal dunia, berpulang, kembali ke haribaan penciptanya, tanggal 30 Desember 2009, sekitar pukul 18.45 wib, menjelang tahun baru 2010, setelah sempat dirawat secara intensif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) karena komplikasi.

Btw, gimana kalo info meninggalnya Gus Dur itu diganti pake istilah tewas, modar, ato sebutan lain untuk konotasi meninggal dunia? Saya yakin, pasti banyak yang gak terima. Kalo misalnya saja Gus Dur ini meninggal dalam sebuah kecelakaan konyol dimana dalam sebuah pemberitaan biasa kalo orang biasa akan disebut tewas, modar, mampus, dll, akankah Gus Dur juga akan diberitakan seperti: ‘Gus Dur tewas dalam sebuah kecelakaan tragis’?!!

Hehee.. Itulah salah satu masalah dari sistem bahasa kita, apalagi bahasa jawa yang bertumpuk-tumpuk dan bertingkat-tingkat itu. Kalo kita bilang bahasa menandakan jaman, maka sebenarnya kita bisa membayangkan jaman model apa yang dibangun dan sedang dihidupi oleh masyarakat jawa itu.

Btw lagi, setelah ada kepastian tentang meninggalnya Gus Dur ini, ternyata ada semacam tahapan sebelum jenazahnya dimasukkan ke liang lahat untuk penguburan. Ada prosesi penyerahan jenazah, atau mayat, atau jasad, dari Negara ke pihak keluarga. Hmm, bayangkan: penyerahan jenazah dari negara ke pihak keluarga. Ini dasarnya apa ya? Dugaan saya, karena seorang Gus Dur ini pernah jadi presiden sebuah negara. Lho, emang kenapa kalo sudah pernah jadi presiden? Kalo setingkat menteri, ato lurah ato camat misalnya, perlu dilakukan prosesi semacam itu juga gak ya? Kalo PNS?! Sejujurnya, saya gak tau alasan ato dasar logika untuk hal ini, malahan saya juga baru tau bahwa ternyata ada juga acara protokoler ‘istimewa’ semacam ini. Pas penguburan Soeharto dulu itu ada juga kali ya.., tapi mungkin saya yang kelupaan liat tv waktu itu. Yang saya tangkap kemarin sih kesannya seseorang yang pernah menduduki kursi presiden seakan otomatis jadi milik negara dan bukan lagi jadi milik sebuah keluarga atau masyarakat.

Wah, kasihan deh kalo begitu, negara akan merampas kemerdekaan, jiwa, dan raga seseorang, mencerabutnya dari tangan keluarga, dan baru dikembalikan nantinya setelah jadi mayat...

Lha kalo cuma rakyat biasa? Rakyat yang kebanyakan ini? Yang jumlahnya memang kebanyakan: terlalu banyak, dan kualitas jiwa raganya juga kebanyakan alias biasa-biasa saja, standar, umum, gak istimewa, dan gak menarik ini? Ambil contoh jenazah TKI/TKW kita yang banyak meninggal di luar negeri itu, kok gak pernah dapat perlakuan istimewa seperti Gus Dur ya? Ato misalnya nanti istri atau anak-anaknya Gus Dur, ato Soeharto, meninggal dunia di kemudian hari, mereka ini berhak juga untuk mendapatkan prosesi istimewa itu gak? Rasanya sih enggak, artinya prosesi penyerahan jenazah dari negara ke pihak keluarga itu hanya akan didapat dan diberlakukan bagi orang yang pernah duduk di kursi presiden negara. Artinya lagi, mereka-mereka ini yang notabene adalah keluarga dan keturunan dari orang yang pernah duduk di kursi presiden negara itu pun ternyata tidak mendapat keistimewaan semacam ini. Sama seperti para TKI/TKW dan rakyat kebanyakan, kalo meninggal lantas dikubur, itu saja, dan gak perlu campur tangan negara.

Kayaknya sih, ini karena secara formal ataupun moral emang yang namanya rakyat ini (termasuk keluarga dekat dan keturunan dari orang yang pernah duduk di kursi presiden itu) gak pernah jadi ‘milik negara’, maka negara juga gak punya kewajiban untuk mengurus atau mengelola yang namanya rakyat ini.

Tapi orang yang mengaku nasionalis akan bilang justru negaralah yang sebenarnya jadi milik rakyat. Dari situ mereka jadi punya alasan untuk mengatakan bahwa rakyatlah yang sebenarnya harus mengelola, dan terutama membiayai kelangsungan hidup negara.. Hmm, ini menarik, meskipun aneh.. Yang saya tau, rakyat ini sudah berkorban habis-habisan buat yang namanya negara, bahkan semenjak negara ini pun belum dikandung, tapi kok ya nyatanya gak pernah boleh kalo ingin mengelola atau mengurus sendiri negara yang dibiayainya lahir batin itu... Selalu saja ada prosedur berbelit-belit dan pasti mahal untuk itu.

Lagian kenapa dalam prosesi kemarin itu harus pake upacara militer? Ini menguatkan tesis saya bahwa negara itu sebenarnya dekat sekali dengan yang namanya militer. Atau justru negara = militer..??!!!

Kok gak pake upacara adat, atau kalo Gus Dur sendiri dikenal sebagai orang yang muncul karena latar belakang agamanya, kok gak pake upacara agama, misalnya? Ini juga repot, pake adat apa? Pake agama apa? Ya islam dong! Iya, tapi islam yang mana, sekte yang mana? Versi NU apa Muhammadiyah? Apa LDI, Ahmadiyah, FPI, Hizbut Tahrir? Ato apa? Atau versi PKB? Kalo PKB, pake jalur PKB -nya siapa, Muhaimin atau Yenni? Hehee...

Trus yang lucunya lagi informasi-informasi aneh dan menyebalkan, semacam mitos bahwa Gus Dur adalah keturunan ini itu, atau malah jelmaan Semar, kembali marak dan bermunculan.. Males banget!! Abis ini pasti buku-buku segala tentang Gus Dur akan bermunculan, bertebaran, jadi best-selling (saya sengaja gak pake istilah ‘best-seller’, soalnya ‘best-seller’ itu kan artinya ‘penjual terbaik’, sedang yang saya maksud adalah ‘penjualan terbaik’, jadi istilah ‘best-selling’ rasanya lebih cocok), saingan sama bukunya George Junus Aditjondro: Membongkar Gurita Cikeas itu, yang sempat bikin negara gerah dan memunculkan wajah dan wujud militernya yang asli.

Oh iya, kabarnya dulu Gus Dur ini juga berhasrat untuk masuk militer. Nah, berhubung kondisi fisik matanya gak memungkinkan maka gak bisa lolos tes masuknya. Dan karena ternyata mata hati atau batinnya lebih kuat dari mata fisiknya maka dia jadi kyai saja. Btw, militer itu gak butuh mata hati atau batin ya?!!

Trus kenapa dengan cerita itu? Ya gak papa.. Sekedar mencatat dan meneruskan sekelumit informasi soal sejarah saja. Meskipun sebenernya sejarah yang ini juga gak penting-penting amat buat saya. Tapi kalau misal saya adalah bagian dari militer, atau pengagum berat militer dan segala yang berbau militerisme, fakta atau info sejarah semacam ini bisa jadi adalah sesuatu yang amat penting banget. Itu bisa saya gunakan untuk semacam acuan atau dasar untuk mengklaim bahwa yang namanya Gus Dur itu dekat sekali dengan yang namanya dunia militer, yah walaupun kenyataannya dulu Gus Dur gagal lolos masuk ujian militer. Sehingga saya bisa merayu orang-orang, kalo kamu suka dan mencintai Gus Dur, maka sukai dan cintai juga dunia militer, dan jadikan militer-ISME sebagai bagian dari hidup kamu. Hmmm.. Ini menarik, meskipun aneh juga sebenarnya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar